MASJID BAITUL MAKMUR

Thursday, April 13, 2023

Pembatalan Lomba Tahfidzul Quran


 Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Puji Syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia NYA, sehingga kita dapat menunaikan ibadah Puasa Ramadhan 1444 H. 

Dengan tidak mengurangi rasa hormat, berkaitan dengan kegiatan Semarak Ramadhan 1444 H Masjid Baitul Makmur Ambokembang Kedungwuni Pekalongan khususnya terkait Lomba Tahfidzul Qur'an dengan ini kami sampaikan bahwa berdasarkan jumlah pendaftaran lomba tahfidzul quran yang masih sangat sedikit atau belum memenuhi quota, maka dengan ini kami selaku panitia Semarak Ramadhan memutuskan dengan berat hati untuk membatalkan lomba tersebut.

Demikian atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapan kan terimakasih serta kami selaku panitia menyampaikan mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi wabarakatuh


Tertanda

Panitia Semarak Ramadhan

Tuesday, April 11, 2023

Pengajian Peringatan Nuzulul Qur'an

 

Memaknai Nuzulul Qur’an: Al Qur’an sebagai Hidayah dan Ilmu

Peringatan Nuzulul Qur’an sudah menjadi sebuah kebiasaan di kalangan umat Muslim terlebih di Indonesia yang memiliki penduduk mayoritas Muslim. Bukan sekadar untuk mengenang atau mengingat peristiwa turunnya Al Qur’an yang diwahyukan oleh Allah SwT kepada nabi akhir zaman, Muhammad SAW, yang peristiwanya terjadi pada bulan Ramadhan.

Nuzulul Qur’an atau malam diturunkannya Al Qur’an memang ada banyak pemahaman. Diturunkannya Al Qur’an seluruhnya dari lauhul mahfudz ke baitul ‘izzah atau langit dunia yang mana ini merupakan wilayah iman terhadap satu hal yang ghaib. Menurut banyak riwayat dari baitul ‘izzah tersebut kemudian Nabi Muhammad SAW memperoleh wahyu melalui malaikat jibril yang disampaikan secara bertahap. Terkait dengan tanggal juga hari kapan tepatnya Al Qur’an itu diturunkan juga banyak pendapat bermunculan. Tetapi yang shahih yaitu pada malam lailatul qadar, itu pun juga masih mengandung beberapa perbedaan pendapat di kalangan ulama.

Terkait hal ini, Haedar Nashir Ketua Umum Muhammadiyah dalam pemaparannya pada Kajian Daring Ramadan Website Muhammadiyah, menegaskan bahwa poinnya ialah “kita tidak bisa berdebat soal kapan persisnya waktu diturunkannya Al Qur’an. Tetapi bahwa Al Qur’an Al Karim diturunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril kepada nabi Muhammad SAW di bulan Ramadhan pada malam lailatul qadar” jelasnya pada Ahad (10/05).

Bertahun-tahun umat Muslim, khususnya di Indonesia, sudah memperingati malam Nuzulul Qur’an ini. “Sekarang bagaimana agar kita mencari makna yang lebih mendalam dan sekaligus juga kita bisa membumikan dalam kehidupan kita sehari-hari dalam hal Al Qur’an ini” ujar Haedar.

Al Qur’an sebagai wahyu dari Allah SwT berfungsi sebagai petunjuk bagi umat manusia. Sebagaimana yang tertera dalam Q.S. Al-Baqarah: 185, maknanya bahwa bulan Ramadhan ialah bulan diturunkannya Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia. Menjadi petunjuk bagi umat manusia dalam hal ini ialah Al Qur’an wahyu yang berlaku universal, menjadi panduan untuk kehidupan umat manusia.

Dalam surat At Takwir di ayat 26-27, ada pertanyaan “Hendak ke mana orang-orang kafir itu di dalam kehidupan” tutur Haedar menerangkan arti ayat. Haedar menjelaskan bahwa ayat ini memiliki makna yang retorik dari Allah SwT. “Mereka yang kafir dan tidak percaya akan Tuhan itu sebenarnya hidupnya mau apa?” ucap Haedar. Konteks ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang kafir yang tidak punya arah itu diberi petunjuk oleh Al Qur’an agar ia punya arah hidup.

Manusia itu butuh arah, butuh hidayah. Di luar konteks soal punya agama atau tidak, manusia siapa pun dia, hakikatnya memang butuh arah kehidupan. Dalam konteks inilah pertanyaan dalam surat At Takwir ayat 26 tadi penting untuk dijadikan sebagai perspektif kosmologi bagi setiap manusia dalam kehidupan. Hal ini terkait dengan pertanyaan seperti dari mana manusia berasal, untuk apa manusia hidup, dan ke mana manusia setelah hidup. Penting untuk ditemukan jawabannya, sehingga mampu mengarahkan serta membimbing manusia pada arah yang benar. Al Qur’an terkait hal ini telah menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, sehingga inilah yang disebut bahwa fungsi Al Qur’an sebagai petunjuk atau hidayah bagi umat manusia.

Dalam pemaparannya Haedar Nashir juga menggarisbawahi, ketika Al Qur’an dijadikan rujukan bagi manusia maka hidup manusia akan jelas arahnya. Ketika manusia melakukan sesuatu akan tahu mana yang benar dan mana yang tidak benar. Kosmologi seperti ini, menurut Haedar, penting untuk diterapkan dalam kehidupan manusia agar hidup tidak serba praktis dan juga pragmatis. Meski sampai batas tertentu praktis dan pragmatis juga penting. Namun jika hidup serba praktis dan pragmatis maka rohaninya tidak terpenuhi.

Selain Al Qur’an sebagai hidayah atau petunjuk bagi umat manusia, Al Qur’an juga sebagai kitabul ‘ilmi, kitab ilmu pengetahuan. Dalam konteks Al Qur’an sebagai ilmu pengetahuan ada banyak ayat-ayat yang mencakup pengetahuan tentang dunia maupun tentang akhirat. Islam mampu membangun peradaban sampai berabad-abad ketika Barat masih gelap peradabannya, itu karena Al Qur’an sebagai kitab ilmu pengetahuan. Umat Islam kala itu benar-benar mentadaburi isi Al Qur’an.

Manusia dibimbing oleh Al Qur’an untuk berpikir. Banyak istilah dalam Al Qur’an yang kaitannya dengan ilmu, akal, dan berpikir. Hal ini menunjukkan bahwa betapa Al Qur’an ialah kitab akal pikiran yang mengajari manusia untuk berpikir jernih. Allah Maha Rahman dan Rahim memberikan manusia akal pikiran. Dengan akal pikiran ini manusia bisa berimajinasi luar biasa, yang tidak diberikan oleh makhluk lainnya sehingga manusia diangkat menjadi khalifah  di muka bumi. “Apakah kita mau untuk menggunakan akal pikiran yang jernih? Bukan dengan akal pikiran yang sembarangan” ucap Haedar.

Dalam surat Al Alaq ayat pertama Allah berfirman yang artinya “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan”. Makna ‘baca’ dalam hal ini bukan hanya sekadar membaca, melainkan juga anjuran untuk berpikir, menghimpun segala macam hal baik dengan membaca Al Qur’an maupun membaca segala yang ada di alam semesta. 

Ayat ini merupakan ayat pertama yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Hal ini kemudian berarti bahwa sejak wahyu pertama turun kepada Nabi Muhammad SAW, Allah telah menunjukkan dimensi akal pikiran dan ilmu pengetahuan.

“Kita umat muslim, terutama generasi muda, cintailah Al Quran sebagai kitab hidayah dan dalam waktu yang sama juga sebagai kitab ilmu, bacalah Al Quran dengan tafsirnya dan kemudian dikontekskan dalam kehidupan” tutur Haedar.

Jika umat Muslim saat ini mencintai ilmu dan cinta akal pikiran yang jernih lalu kemudian merujuk pada Al Qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan, maka umat Islam pasti akan menjadi generasi khoiru ummat  yang luar biasa. Maka dalam hal ini umat Islam tidak cukup untuk mendekati Al Qur’an dengan pendekatan tekstual, tapi juga penting untuk memahami segi tafsir kontekstual. Sehingga ketika umat Muslim berada pada berbagai persoalan, tidak gagap dalam menanggapinya.
 
sumber : https://suaramuhammadiyah.id/2020/05/11/memaknai-nuzulul-quran-al-quran-sebagai-hidayah-dan-ilmu/

Tuntunan I’tikaf Sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah

 

Bulan Ramadhan hampir tiba, salah satu ibadah di bulan Ramadhan yang sangat dianjurkan terutama di sepertiga bulan yang akhir yaitu ibadah i’tikaf. Bagaimana tuntunan i’tikaf yang benar menurut hadis-hadis Nabi?

Untuk menjelaskannya perlu kami sampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan i’tikaf.

1. Pengertian I’tikaf

I’tikaf menurut bahasa artinya berdiam diri dan menetap dalam sesuatu. Sedang pengertian i’tikaf menurut istilah dikalangan para ulama terdapat perbedaan. Al-Hanafiyah (ulama Hanafi) berpendapat i’tikaf adalah berdiam diri di masjid yang biasa dipakai untuk melakukan shalat berjama’ah, dan menurut asy-Syafi’iyyah (ulama Syafi’i) i’tikaf artinya berdiam diri di masjid dengan melaksanakan amalan-amalan tertentu dengan niat karena Allah. Majelis Tarjih dan Tajdid dalam buku Tuntunan Ramadhan menjelaskan I’tikaf adalah aktifitas berdiam diri di masjid dalam satu tempo tertentu dengan melakukan amalan-amalan (ibadah-ibadah) tertentu untuk mengharapkan ridha Allah.

I’tikaf disyariatkan berdasarkan al-Quran dan al-Hadis.

a. Al-Qur’an surat al-Baqarah (2): 187.

… فَاْلآَنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلاَ تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ آَيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ.

Artinya:  …maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang   ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hinggga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka jangan kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa.” [QS. al-Baqarah (2):187]

b. Hadits riwayat Aisyah ra:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ اْلعَشَرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ. [رواه مسلم]

Artinya: “Bahwa Nabi saw melakukan i’tikaf pada hari kesepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, (beliau melakukannya) sejak datang di Madinah sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat.” [HR. Muslim]

2. Waktu Pelaksanaan I’tikaf

I’tikaf sangat dianjurkan dilaksanakan setiap waktu di bulan Ramadhan. Di kalangan para ulama terdapat perbedaan tentang waktu pelaksanaan i’tikaf, apakah dilaksanakan selama sehari semalam (24 jam) atau boleh dilaksanakan dalam beberapa waktu (saat). Al-Hanafiyah berpendapat bahwa i’tikaf dapat dilaksanakan pada waktu yang sebentar tapi tidak ditentukan batasan lamanya, sedang menurut al-Malikiyah i’tikaf dilaksanakan dalam waktu minimal satu malam satu hari.

Dengan memperhatikan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa i’tikaf dapat dilaksanakan dalam beberapa waktu tertentu, misal dalam waktu 1 jam, 2 jam, 3 jam dan seterusnya, dan boleh juga dilaksanakan dalam waktu sehari semalam (24 jam).

3. Tempat Pelaksanaan I’tikaf

Di dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 187 dijelaskan bahwa i’tikaf dilaksanakan di masjid. Di kalangan para ulama ada pebedaan pendapat tentang masjid yang dapat digunakan untuk pelaksanaan i’tikaf, apakah masjid jami’ atau masjid lainnya. Sebagian berpendapat bahwa masjid yang dapat dipakai untuk pelaksanaan i’tikaf adalah masjid yang memiliki imam dan muadzin khusus, baik masjid tersebut digunakan untuk pelaksanaan salat lima waktu atau tidak. Hal ini sebagaimana dipegang oleh al-Hanafiyah (ulama Hanafi). Sedang pendapat yang lain mengatakan bahwa i’tikaf hanya dapat dilaksanakan di masjid yang biasa dipakai untuk melaksanakan salat jama’ah. Pendapat ini dipegang oleh al-Hanabilah (ulama Hambali).

Menurut hemat kami masjid yang dapat dipakai untuk melaksanakan i’tikaf sangat diutamakan masjid jami (masjid yang biasa digunakan untuk melaksanakan salat Jum’at) , dan tidak mengapa i’tikaf dilaksanakan di masjid biasa.

4. Syarat-syarat I’tikaf

Untuk sahnya i’tikaf diperlukan beberapa syarat, yaitu;

  • Orang yang melaksanakan i’tikaf beragama Islam
  • Orang yang melaksanakan i’tikaf sudah baligh, baik laki-laki maupun perempuan
  • I’tikaf dilaksanakan di masjid, baik masjid jami’ maupun masjid biasa
  • Orang yang akan melaksanakan i’tikaf  hendaklah memiliki niat i’tikaf
  • Orang yang beri’tikaf tidak disyaratkan puasa. Artinya orang yang tidak berpuasa boleh melakukan i’tikaf

5. Hal-hal yang Perlu mendapat perhatian bagi orang yang beri’tikaf

Para  ulama sepakat bahwa orang yang melakukan i’tikaf harus tetap berada di dalam masjid tidak keluar dari masjid. Namun demikian bagi mu’takif (orang yang melaksanakan i’tikaf) boleh keluar dari masjid karena beberapa alasan yang dibenarkan, yaitu;

  • karena ’udzrin syar’iyyin (alasan syar’i), seperti melaksanakan salat Jum’at
  • karena hajah thabi’iyyah (keperluan hajat manusia) baik yang bersifat naluri maupun yang bukan naluri, seperti buang air besar, kecil, mandi janabah dan lainnya.
  • Karena sesuatu yang sangat darurat, seperti ketika bangunan masjid runtuh dan lainnya.

6. Amalan-amalan yang dapat dilaksanakan selama I’tikaf

Dengan memperhatikan beberapa ayat dan hadis Nabi Saw., ada beberapa amalan (ibadah) yang dapat dilaksanakan oleh orang yang melaksanakan i’tikaf, yaitu;

  • Melaksanakan salat sunat, seperti salat tahiyatul masjid, salat lail dan lain-lain
  • Membaca al-Quran dan tadarus al-Quran
  • Berdzikir dan berdo’a
  • Membaca buku-buku agama

Dengan memperhatikan keterangan di atas, maka apa yang ditanyakan bapak Hamka Ma’ruf Kastolani seperti lampu masjid harus redup dalam rangka kekhusyu’an beri’tikaf, bukan sesuatu yang harus dilaksanakan ketika i’tikaf karena tidak ada dalil khusus yang menjelaskan tentang hal tersebut.

Wallahu a’lam bish shawab

Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah No. 20, 2009

 

Saturday, April 8, 2023

Perpanjangan Waktu Pendaftaran Lomba Tahfidzul Qur'an



Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Puji Syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia NYA, sehingga kita dapat menunaikan ibadah Puasa Ramadhan 1444 H. 

Dengan tidak mengurangi rasa hormat, berkaitan dengan kegiatan Semarak Ramadhan 1444 H Masjid Baitul Makmur Ambokembang Kedungwuni Pekalongan khususnya terkait Lomba Tahfidzul Qur'an dengan ini kami sampaikan perubahan atau perpanjangan masa pendaftaran sampai dengan 14 April 2023 dan untuk pelaksanaan lomba tanggal 15 April 2023

Demikian atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapan kan terimakasih. 

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi wabarakatuh


Tertanda

Panitia Semarak Ramadhan

Sunday, April 2, 2023

Tuesday, March 21, 2023